Setelah VOC
dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system pendidikan
dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total.
Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau
Enlightenment menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai
kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda
mendapat perintah Raja Lodewijk untuk meringankan nasib rakyat jelata dan
orang-orang pribumi poetra,serta melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels
tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan rakyat, karena ia
mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi).
Didalam
lapangan pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa
agar mendirikan sekolah atasa uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-anak
mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemidian Deandels mendirikan sekolah Bidan
di Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada masa (interregnum
inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa perubahan dalam masalah
pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang ahli negara yang cemerlang. Ia
lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat
dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java.
Setelah
ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda menggantikan kedudukan VOC. Statua
Hindia Belanda tahun 1801 dengan terang-terangan menyatakan bahwa tanah jajahan
harus memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada perdagangan dan kepada
kekayaan negeri Belanda. Pada tahun 1842 Markus, menteri jajahan, memberikan
perintah agar Gubernur Jendral berusaha dengan segenap tenaga agar memperbesar
keuntungan bagi negerinya. Walaupuan setiap Gubernur Jendaral pada penobatannya
berjanji dengan hidmat bahwa ia akan memajukan kesejahteraan hindia Belanda
dengan segenap usuha prinsip yang masih dipertahankan pada tahun 1854 ialah
bahwa hindia Belanda sebagai “negeri yang direbut harus terus member keuntungan
kepada negeri belanda sebagai tujuan pendidikan itu. Sekolah pertama bagi anak
Belanda dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan
sekolah dikota lain di Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum
distatuta 1818 bahwa sekolah-sekolah harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan
oleh penduduk Belanda dan diizinkan oleh keadaan.
Gubernur
Jendral Van der Capellen (1819-1823) menganjurkan pendidikan rakyat dan pada
tahun 1820 kembali regen-regen diinstruksikan untuk menyediakan sekolah bagi
penduduk untk mengajar anak-anak membaca dan menulis serta mengenal budi peketi
yang baik. Anjuran Gubernur Jendral itu tidak berhasil untuk mengembangkan
pendidikan oleh regen yang aktif.
Tahun 1826
lapangan pendidikan dan pengajaran terganganggu oleh adanyan usaha-usaha
penghematan. Sekolah-sekolah yang ada hanya bagi anak-anak Indonesia yang
memeluk agama Nasrani. Alsannya adalah karena adanya kesulitan financial yang
berat yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830)
yang mahal dan menelan banyak korban seerta peperangan antara Belanda dan
Belgia (1830-1839).
Kesulitan
keuangan ini menyebabkan raja belanda untuk meninggalkan prinsip-prinsip
liberal dan menerima rencana yang dianjurkan Van den Bosch, bekas Gubernur di
Guyana, jajahan Belanda di Amerika selatan, untuk memanfaatkan pekerjaan budak
menjadi dasar eksploitasi colonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa(rodi)
sebagai cara yang ampuh untuk memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian
terkenal dengan cultuur stelsel atau tanam paksa yang memaksa penduduk untuk
menghasilkan tanaman yang diperlukan dipasaran Eropa.
Van den Bosch
mengerti, bahwa untuk memperbaiki stesel pembangunan ekonomi bagi belanda dibutuhkan
tenaga-tenaga ahli yang banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan
peraturan-peraturan yang menunjukan perintah lambat laun menerima tanggung
jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil
perdebatan diparlemen Belanda dan mencerminkan sikap Liberal yang lebih
menguntungkan tehadap rakyat Indonesia. Terbongkarnya penyalahgunaan system
tanam paksa merupakan factor dalam perbahan pandangan. Peraturan pemerintah
tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur Jendral untuk mendirikan sekolah dalam tiap
kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863 mewajibkan
Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya situasi yang memungkinkan
penduduk bumi putera pada umumnya menikmati pendidikan.
Sistem tanam
paksa dihapuskan tehun 1870 dan digantikan dengan undang-undang Agraria 1870.
Pada tahun itu di Indonesia timbul masa baru dengan adanya undang-undang
Agraria dari De Waal, yang member kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertania
partikelir. Usaha-usaha perekonomian makin maju, masyarakat lebih banyak lagi
membutuhkan pegawai. Sekolah-sekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi
kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai makin
dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah memelihara sekolah-sekolah yang
ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-usaha perluasan sekolah-sekolah
baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar